Banyak
orang tua yang khawatir anaknya kekurangan gizi. Apalagi dengan semakin berkembangnya industri makanan yang
hanya mengedepankan kelezatan makanan tanpa mempertimbangkan nilai gizi di
dalamnya. Hal ini ditandai dengan menjamurnya Fast Food di perkotaan yang
bahkan sekarang sudah merambah ke daerah pedesaan. Makanan yang dijual di gerai
Fast Food biasanya tinggi karbohidrat dan lemak, tapi miskin kandungan vitamin, mineral dan serat.
Anak-anak
yang terbiasa memakan Fast Food yang berminyak, asin atau manis membuat mereka
menjadi tidak menyukai makan makanan yang berserat seperti sayur dan
buah-buahan. Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, mencatat kondisi yang
memprihatinkan yaitu 95,5 % anak di Indonesia kurang konsumsi sayur dan buah 5
porsi sehari.
Akibatnya
banyak anak yang kemudian mengalami kekurangan vitamin, mineral dan serat hingga menimbulkan berbagai penyakit yang mengancam kesehatannya . Penyakit-penyakit itu diantaranya obesitas, hipertensi, diabetes maupun penyakit degeneratif lainnya baik
di masa sekarang atau nanti pada saat mereka memasuki usia dewasa.
Edukasi Gizi Anak
Untuk
merubah perilaku seseorang adalah dengan memberi tambahan pengetahuan dan
pemahaman Dengan demikian orang tersebut
mencapai tahap kesadarannya untuk merubah perilaku atas kemauannya sendiri.
Perubahan perilaku yang didasarkan atas kemauan sendiri biasanya lebih menetap
dan bertahan lama dibanding perubahan perilaku yang terjadi atas dasar desakan
atau paksaan.
Pada
anak-anak, pemberian tambahan pengetahuan lebih mudah dilakukan lewat cerita
daripada lewat nasehat langsung. Oleh karena itu untuk merubah pola makan anak
yang salah dapat dilakukan dengan memberi edukasi gizi anak lewat cerita.
Disini
diperlukan peran masyarakat dan keluarga dalam membudayakan literasi pada anak, terutama literasi yang mengandung
muatan edukasi gizi.
Penulis
sebagai bagian dari masyarakat literasi mempunyai tanggung jawab untuk
menyediakan materi-materi terkait edukasi gizi pada anak dengan format cerita
yang menarik, tokohnya sesuai dengan karakter anak dan tidak berkesan menggurui.
Cerita tersebut juga harus didukung dengan ilustrasi yang menarik dan dapat
diterima oleh anak.
Adapun
keluarga haruslah mendukung literasi gizi ini, dengan menyediakan waktu dan
dana untuk pembelian buku. Buku-buku yang dipilih hendaklah disesuaikan dengan
usia anak. Untuk anak taraf pembaca awal seperti usia PAUD, TK dan kelas 1-3
SD, belilah buku-buku dengan format Picturebook atau buku cerita bergambar,
dimana buku ini proporsi gambar lebih banyak daripada tulisan. Tapi walaupun
demikian gambar-gambar yang ditampilkan mampu menjelaskan tentang edukasi
gizinya. Adapun untuk taraf pembaca lanjut, yaitu kelas 4-6 dapat mulai dikenalkan buku dengan format
Kumcer atau kumpulan cerita, dimana buku ini muatan teks dan pengetahuan lebih
banyak dibanding gambarnya. Sebaiknya orangtua mendampingi saat anak membaca
bukunya, sehingga saat ada hal-hal yang tidak dipahami dapat langsung
ditanyakan oleh anak.
Edukasi
gizi anak lewat cerita ini terbukti efektif menambah pengetahuan anak tentang gizi dan menyiapkan mereka untuk merubah perilaku
makannya menjadi lebih sehat. Testimoni dari beberapa orangtua yang membelikan anaknya beberapa buku saya yang memang kebanyakan
bermuatan edukasi gizi, mereka mengatakan kalau sekarang anaknya menjadi lebih
tahu tentang makanan bergizi, mengurangi memakan Fast Food serta mulai memilih
sendiri makanan-makanan yang lebih sehat.
Oleh
karena itu budaya literasi pada anak perlu terus didorong dan dikembangkan.
Lewat cerita yang mendidik kita dapat menanamkan kebiasaan hidup sehat yang sangat
berguna bagi kehidupannya di masa mendatang.
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga